"CANTING” SEBUAH KEARIFAN LOKAL DALAM TRANSAKSI BARTER DI SUKU MELAYU SAMBAS - KISAH PAK GURU Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

"CANTING” SEBUAH KEARIFAN LOKAL DALAM TRANSAKSI BARTER DI SUKU MELAYU SAMBAS


 SAMBAS- Sebelum uang digunakan sebagai sarana transaksi jual beli barang dan jasa, pada zaman dahulu manusia melakukan transaksi barter untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Barter adalah tukar menukar barang dan jasa antara satu individu ke individu lain. Barter didasarkan pada nilai tukar suatu barang dengan barang lainnya. Barter dapat berupa emas, perak, logam atau barang-barang lain sesuai kebutuhan.


Setelah munculnya istilah uang dalam kegiatan jual beli, barter tidak lagi menjadi pilihan utama dalam transaksi. Penggunaan uang dirasa lebih efektif, efesien, dan satuan nilai yang jelas. Hal ini semakin membuat transaksi barter tidak lagi diminati masyarakat modern saat ini. Namun ada satu hal yang unik di masyarakat suku Melayu Sambas. Di beberapa daerah, masyarakat suku Melayu Sambas masih menerapkan sistem barter dalam transaksi jual beli.

Barter dalam suku Melayu Sambas berupa kegiatan tukar menukar suatu barang dengan barang lainnya. Suku Melayu Sambas pada umumnya menggunkan barang kebutuhan pokok dalam kegiatan barter. Barang kebutuhan pokok tersebut dapat berupa beras, laok pauk, pakian dan lain sebagainya.  Pola barter yang dianut masyarakat umumnya berupa kegiatan tukar menukar beras dengan laok pauk, tukar menukar beras dengan pakaian, dan lain nya. Beras digunakan sebagai satuan nilai utama dalam kegiatan barter yang dianut Suku Melayu Sambas, hal ini dikarenakan sebagian besar masyarakat Suku Melayu Sambas berprofesi sebagai petani.

Ada sebuah hal yang unik dalam  transaksi barter menggunakan beras pada suku Melayu Sambas, yaitu kesepakatan nilai tukar yang disetujui oleh semua lapisan masyarakat yang dikenal dengan istilah “Canting”.



Secara bahasa, canting adalah tempat untuk menakar beras yang terbuat dari tempurung kelapa.

Inilah yang menjadi keunikan, berapa pun ukuran canting yang dibuat , tetap akan disepakati satu canting. Masyarakat Melayu Sambas meyakini satu canting beras setara dengan 250 gram, atau 4 Canting setara dengan 1 kilogran beras dan nilai ini terus dan masih disepakati hingga kini.

Penjual atau pembeli tidak pernah mempermasalahkanimbangan modern, semuanya didasarkan atas kepercayaan dan keyakinan. I berapa besar ukuran canting yang dibuat, dan mereka meyakini bahwa beras yang telah ditakar dengan canting akan setara dengan 250 gram beras. Mereka tidak pernah menimbang dengan alat timbangan, inilah kearifan lokal yang ada di suku Melayu Sambas, khusunya ditempat penulis berada.

Kiranya hal in perlu dilestarikan, karena kepercayaan antara warga dapat mengukuhkan persatuan dan kesatuan masyarakat dan bangsa.