"CANTING” SEBUAH KEARIFAN LOKAL DALAM TRANSAKSI BARTER DI SUKU MELAYU SAMBAS
Setelah munculnya istilah uang dalam kegiatan jual beli, barter
tidak lagi menjadi pilihan utama dalam transaksi. Penggunaan uang dirasa lebih
efektif, efesien, dan satuan nilai yang jelas. Hal ini semakin membuat
transaksi barter tidak lagi diminati masyarakat modern saat ini. Namun ada satu
hal yang unik di masyarakat suku Melayu Sambas. Di beberapa daerah, masyarakat
suku Melayu Sambas masih menerapkan sistem barter dalam transaksi jual beli.
Ada sebuah hal yang unik dalam
transaksi barter menggunakan beras pada suku Melayu Sambas, yaitu
kesepakatan nilai tukar yang disetujui oleh semua lapisan masyarakat yang
dikenal dengan istilah “Canting”.
Secara bahasa, canting adalah tempat untuk menakar beras yang terbuat
dari tempurung kelapa.
Inilah yang menjadi keunikan, berapa pun ukuran canting yang dibuat , tetap akan disepakati satu canting. Masyarakat Melayu Sambas meyakini satu canting beras setara dengan 250 gram, atau 4 Canting setara dengan 1 kilogran beras dan nilai ini terus dan masih disepakati hingga kini.
Penjual atau pembeli tidak pernah mempermasalahkanimbangan modern,
semuanya didasarkan atas kepercayaan dan keyakinan. I berapa besar ukuran
canting yang dibuat, dan mereka meyakini bahwa beras yang telah ditakar dengan
canting akan setara dengan 250 gram beras. Mereka tidak pernah menimbang dengan
alat timbangan, inilah kearifan lokal yang ada di suku Melayu Sambas, khusunya
ditempat penulis berada.
Kiranya hal in perlu dilestarikan, karena kepercayaan antara warga
dapat mengukuhkan persatuan dan kesatuan masyarakat dan bangsa.